Dewasa ini, banyak design bangunan yang telah diciptakan oleh para arsitek. Hal ini menyebabkan tidak hanya orang-orang yang berada dalam lingkup bangunan saja yang takjub, begitu pula dengan orang-orang awam. Keindahan-keindahan yang mampu diciptakan oleh arsitek tidak terlepas dari tampilan suatu fasade bangunan.
Fasade menjadi elemen arsitektur terpenting yang mampu menyuarakan fungsi dan makna sebuah bangunan. Identitas bangunan lebih mudah diidentifikasi melalui fasadnya. Fasade menyampaikan keadaan budaya saat bangunan itu dibangun; fasade mengungkap kriteria tatanan dan penataan, dan berjasa memberikan kemungkinan dan kreativitas dalam ornamentasi dan dekorasi. Suatu fasade juga menceritakan hal-ihwal penghuni suatu gedung, memberikan semacam identitas kolektif sebagai suatu komunitas itu dalam public.
Sebagai suatu keseluruhan, fasade tersusun dari elemen tunggal, suatu kesatuan tersendiri dengan kemampuan untuk mengekspresikan diri mereka sendiri. Elemen-elemen tersebut berupa alas, jendela, atap dan sebagainya, karena sifat alaminya merupakan benda-benda yang berbeda sehingga memiliki bentuk, warna dan bahan yang berbeda.
Dalam perkembangannya, fasade merupakan tampilan utama yang akan menarik hati konsumen bangunan. Ini menyebabkan dalam pembuatan suatu fasade tentu tidak sembarangan dibubuhi rasa. Dalam pembentukannya fasade haruslah dibubuhi dengan kesan etika dan estetika yang kuat sehingga konsumen kian tertarik dengan tampak bangunan yang ditawarkan.
Tentu saja banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan suatu fasade terutama dalam hal menentukan point of interest dari fasade tersebut. Fasade secara umum dapat dikategorikan menjadi dua jenis atau dua macam yakni, fasade simetris dan fasade asimetris.
Fasade Simetris:
komposisi fasade yang tepat simetris pada garis luar bangunan secara total maupun pada susunan elemen-elemen fasade yang cara peletakannya menimbulkan kesan simetris secara intuitif bagi pengamat bangunan. Terdiri dari simetris total dan simetris parsial
Fasade Asimetris:
garis sumbu pada garis luar bangunan membentuk bidang yang tidak identik antara sisi kiri dan kanan, dan ukuran maupun susunan elemen-elemennya juga tidak sama.
Kesimetrisan fasade bangunan dipengaruhi oleh bentuk dan konfigurasi (komposisi) elemen fasadenya, yaitu: (1) Atap; (2) Pintu masuk utama (main entrance); (3) Kolom; (4) Jendela; (5) Teras, balkon dan railing (railling); (6) Balok (ornamentasi).
Artikulasi bisa didefinisikan sebagai cara untuk menekankan suatu bagian dari komposisi fasade atau ruang melalui penggabungan/penyatuan elemen-elemen bangunan yang memiliki perbedaan bentuk, material, atau fungsi.
Pertimbangan-pertimbangan arsitektural yang berpengaruh atau melatarbelakangi peletakan artikulasi di tengah bangunan adalah sebagai berikut;
(1) Artikulasi yang terletak di bagian tengah fasade serta dibuat dengan bentuk dan meterial khusus akan memperkuat elemen yang ditonjolkan sebagai “point of interest”;
(2) Artikulasi di tengah (sentral) fasade dapat memperkuat kesan simetris dan presisi sebuah bangunan, sehingga terlihat megah dan elegan (luxerious);
(3) Peletakan artikulasi di tengah bangunan akan mempermudah perencanaan tata letak (lay out) denah dan tuntutan apek fungsional bangunan.
pada sebagian bangunan perumahan yang tidak menempatkan artikulasi fasade pada bagian tengah bangunan, penekanan elemen-elemen tertentu diletakkan pada bagian tepi bangunan dengan pertimbangan sebagai berikut:
(1) Aspek estetika: artikulasi sengaja diletakkan di tepi agar terlihat menonjol dan menarik (estetis) serta unik dan berkarakter khusus;
(2) Aspek fungsional: artikulasi berupa elemen-elemen tertentu seperti main entrance, teras dan balkon tidak bisa diletakkan di tengah fasade karena adanya pertimbangan fungsi (lay out denah) serta tuntutan alur sirkulasi yang harus mengikuti bentuk denah.
Unit-unit ukuran yang digunakan pada proporsi serta memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan benda-benda disekelilingnya ditemukan pada dimensi manusia, sehingga unit-unit ini menjadi suatu sistem yang konstan dan dekat sebagai acuan. Proporsi menandakan hubungan timbal balik antara dimensi-dimensi fisik, sedangkan skala menandakan ukuran nyata/sebenarnya (real size).
Pada dasarnya basis dari proporsi adalah skala, untuk menentukan skala pada umumnya digunakan standar tinggi manusia, sehingga skala selalu digunakan untuk membandingkan hubungan besaran (size) bangunan terhadap manusia.
Menurutnya dasar relasi ukuran untuk skala terdapat 4 (empat) jenis, yaitu:
(1) Relasi terhadap bentuk keseluruhan;
(2) Relasi terhadap bagian lain;
(3) Relasi terhadap ukuran-ukuran yang lazim;
(4) Relasi terhadap ukuran tubuh manusia.
Proporsi visual yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah sebuah proporsi yang didasarkan pada gambar sketsa suatu bangunan yang berhasil ditangkap secara visual dan gambar tampak 2D yang langsung didapatkan dari pengembang (developer), selain itu dibatasi hanya pada proporsi antara tinggi atap dan tinggi badan bangunan.
arah (direction) bangunan dibentuk oleh penempatan elemen-elemen fasade dengan penataan dan bentuk-bentuk tertentu yang menghasilkan kesan horisontal atau vertikal yang kuat. Kesan arah horisontal atau vertikal dapat dihasilkan melalui bentuk (shape) bangunan secara menyeluruh; melalui komponen-komponen struktur; penempatan jendela atau bidang bukaan.
Untuk melihat orientasi sebuah bangunan yang mempunyai kecenderungan arah tertentu bisa diketahui melalui arah dominan yang ada pada fasade. Arah dominan yang terdapat pada suatu fasade bangunan adalah arah yang paling banyak dibentuk oleh elemen-elemen dengan arah yang sama. Sebagai contoh jika suatu fasade bangunan mempunyai arah dominan horisontal, maka jenis elemen horisontal pada fasade tersebut lebih dominan dibanding dengan elemen vertikal, begitu juga sebaliknya.
Sumber :
http://www.scribd.com
http://www.formula-land.com