Sambungan baut adalah tulang punggung dari banyak proyek konstruksi baja, menyatukan setiap elemen struktur baja menjadi satu kesatuan yang kokoh. Di antara berbagai jenis sambungan baut (bolted joint), sambungan tipe tumpu atau bearing connection merupakan salah satu yang paling fundamental.
Secara ringkas, prinsip kerja sambungan tumpu adalah mentransfer beban melalui kontak langsung antara badan baut (bolt) dengan tepi lubang pada pelat baja yang disambung.
Pentingnya memahami mekanisme ini tidak bisa diremehkan. Kesalahan dalam desain atau aplikasi dapat menyebabkan kegagalan struktural yang fatal. Sebaliknya, pemahaman yang benar memungkinkan para insinyur dan fabrikator untuk merancang struktur baja yang aman, efisien, dan ekonomis.
Meskipun disebut “kencang tangan”, pemasangan baut untuk sambungan tumpu tetap memerlukan pengencangan awal yang cukup untuk memastikan semua komponen rapat dan tidak ada celah. Namun, gaya pratarik (pretension) yang diberikan tidak sebesar pada sambungan tipe slip-critical.
Bagaimana Mekanisme Transfer Beban pada Sambungan Tumpu?
Beban pada sambungan tumpu ditransfer melalui kontak langsung (tumpuan) antara badan atau shank baut dengan sisi lubang pada pelat baja. Mekanisme transfer beban ini baru aktif setelah terjadi sedikit pergeseran (slip) pada sambungan, di mana lubang yang sedikit lebih besar dari baut bergerak hingga menyentuh badan baut.
Untuk memahami prosesnya secara mendalam, mari kita urai dalam beberapa tahapan:
- Kondisi Awal (Tanpa Beban): Saat baut mutu tinggi dipasang dan dikencangkan secukupnya (snug-tight), pelat-pelat baja sudah saling menempel. Terdapat celah kecil antara badan baut dan lubang karena diameter lubang standar selalu dibuat sedikit lebih besar dari diameter baut.
- Aplikasi Beban Geser: Ketika beban lateral atau geser mulai bekerja pada sambungan, gaya tersebut pada awalnya ditahan oleh gaya gesek antar permukaan pelat.
- Terjadinya Slip: Jika beban yang bekerja melebihi gaya gesek awal, pelat akan mulai bergeser (slip). Pergeseran ini sangat kecil, hanya sebatas celah antara baut dan lubang.
- Kondisi Tumpu (Bearing): Setelah slip terjadi, badan baut akan bersentuhan langsung dengan tepi lubang pada pelat. Pada titik inilah mekanisme tumpu sepenuhnya aktif. Beban kini ditransfer dari satu pelat ke pelat lainnya melalui tegangan geser pada baut dan tegangan tumpu pada pelat di area kontak. Seluruh kapasitas beban sambungan selanjutnya ditahan oleh kekuatan baut dan pelat itu sendiri.
Apa Saja Mode Kegagalan Kritis pada Sambungan Tumpu?
Untuk mencegah kegagalan, desain sambungan tumpu harus memperhitungkan beberapa mode keruntuhan potensial. Berikut adalah empat mode kegagalan utama yang harus diantisipasi dalam desain sesuai standar seperti SNI 1729.
- Kegagalan Geser pada Baut (Bolt Shear Failure): Baut putus tergeser pada satu atau beberapa bidang geser.
- Kegagalan Tumpu pada Pelat (Bearing Failure): Pelat di sekitar lubang baut mengalami deformasi atau sobek karena tekanan dari badan baut.
- Kegagalan Robek Tepi (Tear-Out Failure): Terjadi kerobekan pada pelat dari lubang baut menuju tepi pelat terdekat.
- Kegagalan Geser Blok (Block Shear Rupture): Kombinasi dari kegagalan tarik pada satu penampang dan kegagalan geser pada penampang lainnya di grup baut.
Analisis mendalam dari setiap mode kegagalan:
- Kegagalan Geser Baut: Ini terjadi ketika tegangan geser yang diterima baut melampaui kuat geser nominalnya. Solusinya adalah dengan menggunakan baut berdiameter lebih besar, menambah jumlah baut, atau menggunakan baut dengan mutu yang lebih tinggi (misalnya, mengganti ASTM A325 dengan A490).
- Kegagalan Tumpu Pelat: Terjadi jika tekanan dari baut terlalu besar untuk ditahan oleh material pelat, menyebabkan lubang menjadi lonjong atau oval. Hal ini dikontrol dengan memastikan ketebalan pelat (seperti plat baja) cukup dan jarak antar baut memadai.
- Kegagalan Robek Tepi: Mode ini sangat dipengaruhi oleh jarak tepi, yaitu jarak dari pusat lubang baut ke tepi pelat terdekat. Jika jarak ini terlalu kecil, bagian pelat di depan baut tidak cukup kuat menahan gaya tumpu dan akhirnya robek. Standar desain seperti SNI 1729 memberikan persyaratan jarak tepi minimum yang ketat untuk mencegah kegagalan ini.
- Kegagalan Geser Blok: Ini adalah mode kegagalan yang lebih kompleks yang terjadi pada sambungan seperti di ujung balok atau pada gusset plate (plat buhul). Sebuah “blok” material di sekitar grup baut bisa terlepas akibat kombinasi tegangan tarik dan geser.
Sambungan Tumpu vs. Sambungan Slip-Critical: Mana yang Lebih Unggul?
Tidak ada yang “lebih unggul” secara absolut; pilihan tergantung pada aplikasi. Sambungan tumpu lebih ekonomis dan umum untuk beban statis di mana sedikit slip dapat diterima. Sebaliknya, sambungan slip-critical esensial untuk beban dinamis, getaran, atau ketika deformasi sekecil apa pun harus dihindari.
Kedua tipe sambungan ini menggunakan baut mutu tinggi yang sama, namun prinsip kerjanya fundamental berbeda.
| Kriteria | Sambungan Tumpu (Bearing-Type) | Sambungan Slip-Critical (Friction-Type) |
| Mekanisme Transfer Beban | Kontak langsung (tumpuan) antara baut dan pelat setelah slip. | Gaya gesek (friksi) antara permukaan pelat yang dijepit oleh baut berpratarik tinggi. |
| Gaya Pratarik Baut | Cukup dikencangkan (snug-tight). | Dikencangkan hingga mencapai gaya pratarik (pretension) minimum yang ditentukan. |
| Pergeseran (Slip) | Terjadi slip kecil yang diizinkan sebelum beban ditransfer. | Tidak boleh terjadi slip pada kondisi beban layan. |
| Aplikasi Umum | Rangka atap, breising, balok sekunder, struktur dengan beban statis. | Jembatan, rel gantry crane, sambungan yang menahan beban gempa (seismic load), struktur dengan beban dinamis/getaran. |
| Persiapan Permukaan | Permukaan standar, cat diizinkan. | Permukaan harus bersih, bebas cat, dan terkadang memerlukan perlakuan khusus untuk meningkatkan koefisien gesek. |
| Biaya & Inspeksi | Lebih ekonomis, inspeksi lebih sederhana. | Lebih mahal karena memerlukan pengencangan terkalibrasi (misalnya dengan kunci pas torsi (torque wrench)) dan inspeksi yang ketat. |
sambungan slip-critical mengandalkan friksi untuk mencegah pergerakan, menjadikannya ideal untuk kondisi di mana deformasi (deflection) harus diminimalkan. Sementara itu, sambungan tumpu adalah pilihan yang praktis dan efisien untuk sebagian besar aplikasi pada gedung struktur baja umum.
Kapan Sebaiknya Menggunakan Sambungan Tumpu dalam Desain Struktur Baja?
Sambungan tumpu ideal digunakan pada elemen struktur baja yang memikul beban statis, seperti beban mati (dead load) dan beban hidup (live load) non-impak, di mana pergeseran kecil akibat slip tidak akan mempengaruhi kinerja atau kestabilan struktur secara keseluruhan.
Berikut adalah beberapa contoh aplikasi yang paling umum:
- Sambungan Balok Sederhana: Sambungan antara balok anak (sekunder) ke balok induk (primer) yang dirancang hanya untuk mentransfer gaya geser.
- Sistem Breising: Banyak sistem penopang lateral (lateral bracing) pada bangunan menggunakan sambungan tumpu, karena sedikit slip pada sambungan tidak akan mengurangi kekakuan breising secara signifikan.
- Rangka Batang (Truss): Sambungan pada truss (rangka atap) yang memikul beban atap statis seringkali menggunakan sambungan tumpu.
- Sambungan Kolom Sederhana: Pada bangunan bertingkat rendah dengan beban yang relatif dapat diprediksi.
Sebaliknya, hindari penggunaan sambungan tumpu pada:
- Struktur yang mengalami beban bolak-balik (fatigue) atau getaran tinggi.
- Sambungan yang menggunakan lubang oval atau lubang yang jauh lebih besar dari baut.
- Sambungan momen kaku yang menuntut tidak adanya rotasi.
- Struktur di mana setiap milimeter pergeseran dapat berdampak pada komponen lain (misalnya, dudukan mesin presisi).
Kesimpulan
Memahami prinsip kerja sambungan tumpu adalah fundamental dalam dunia konstruksi baja berat. Mekanismenya yang mengandalkan kontak langsung antara baut dan pelat setelah slip menjadikannya solusi yang efisien dan ekonomis untuk mayoritas beban statis. Kunci dari desain yang aman terletak pada antisipasi dan pencegahan mode kegagalan, terutama kegagalan geser pada baut dan kegagalan tumpu atau robek pada pelat, dengan mematuhi ketentuan standar desain seperti jarak tepi dan jarak antar baut.
Meskipun berbeda dengan sambungan slip-critical yang mengandalkan friksi, sambungan tumpu tetap menjadi pilihan utama untuk berbagai aplikasi pada rangka bangunan, dari balok sederhana hingga sistem breising.
Saat merancang atau memeriksa sambungan tumpu, langkah pertama yang paling krusial adalah memastikan jarak tepi dan jarak antar baut memenuhi syarat minimum sesuai standar AISC atau SNI 1729. Langkah sederhana ini secara signifikan mengurangi risiko kegagalan tumpu dan robek tepi, yang merupakan dua dari mode kegagalan paling umum.
